Manusia itu dikarunia akal, hati, dan tubuh oleh Tuhan. Semua ini harus
dirawat sebaik-baiknya. Akal perlu asupan yang bergizi dengan banyak membaca.
Selain harus digunakan untuk berfikir, refleksi, dan kontemplasi. Oleh sebab
itu, gunakan pemikiran yang positif agar tetap sehat dan produktif.
Selain itu, manusia juga harus memenuhi nutrisi dan vitamin untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Tentang menjaga pola makan ini, sangat penting dan sebisa mungkin harus menghindari makan-makanan yang haram, tak sehat.
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا
فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ
لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Wahai manusia! Makanlah dari
(makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.
(AL-Baqarah: 168).
Apalagi sebagaimana hasil penelitian,
bahwa “you are what you eat”.
Rachel Olsen juga
menyatakan bahwa nutrisi berpengaruh pada kesehatan mental. Dalam tubuh manusia
ada saraf VAGUS yang menghubungkan fungsi lambung dan otak. Makanan tidak
sehat (Fast Food, bakteri jahat dilambung akan meningkatkan
gangguan asam lambung)–saraf VAGUS mengirim sinyal ke otak bahwa ada
ketidakseimbangan, akhirnya membuat kita tidak nyaman dan mudah tersinggung.
Jika dibiarkan secara terus menerus akan menyebabkan kesehatan mental
terganggu.
Stres akan memicu beberapa
penyakit: obesitas, diabetes, diare dan jantung. Apabila stres, maka otak akan
melepaskan asam lebih banyak ke perut. Memicu diare, dehidrasi, dan menyebabkan
gagal ginjal dan kerusakan saraf.
Untuk hidup seimbang dan
menormalkan kondisi depresi serta menghindari stres berlebihan, manusia perlu
meningkatkan spritualitas dan menata hati. Strategi jitu untuk menjaga hati
adalah senantiasa mawas diri dari segala hal yang bisa merusak mahkota
keindahan manusia.
Sehingga mampu menahan
sikap-sikap yang menjauhkan dari keluhuran sebagai khalifah di muka bumi;
seperti sifat hasud, buruk sangka, dan dengki. Bahkan Sahabat Umar bin Abdul Aziz
rh. berkata “qad aflaha man ghoshoma minal hawa, wal ghodzoba, wat thoma’a
(Sungguh beruntung siapa yang terlindungi dari keinginan nafsu, amarah, dan
serakah)
Lebih baik memang kita
perbanyak dzikir, yang membuat manusia mampu menginternalisasi sekaligus
menggetarkan hatinya untuk senantiasa dekat dan mengerti “sangkan paraning
dumadi”, sehingga lebih mudah bersyukur dan mengingat eksistensi dirinya di
dunia yang hanya sementara ini.
Ibnu Sina atau yang
terkenal dengan sebutan Avicenna (428/1037), memberikan tips jitu agar bisa
berdzikir atau berdo’a secara berkualitas bahkan bisa mencapai pada derajat
yang paling tinggi. Yaitu melalui perenungan dengan kalbu yang murni, yang
terlepas dari semua hasrat keduniawian, tidak terpaku dengan sikap-sikap
jasmaniah, melainkan gerak-gerik jiwa.
Sehingga hatinya pun akan
tenang dan tentram. Tepat sekali apa yang digambarkan dalam
Alqur’an bahwa “orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tentram.” (QS Al-Ra’d ayat 28). Hati tenang berfungsi positif dan menghindarkan
manusia dari segala macam penyakit.
Mari kita menjadi seseorang
yang mampu menyeimbangkan antara olah pikir, olah rasa, dan olah raga dengan
memenuhi makanan yang “halalan thayyiban” serta penuh nutrisi, vitamin, dan
gizi maka akan memperoleh kesehatan jasmani dan rohani yang sempurna.
Sumber: Amanat, 15/01/2020

0 Comments