Dakwah dalam Pusaran Revolusi Industri 4.0


Era digital diakui atau tidak, telah  menggiring semua orang pada komunikasi tanpa batas.  Menuju sebuah masyarakat yang penuh keterbukaan dan ditandai dengan kekuatan teknologi digital atau ICT. Fenoma ini,  selain berdampak pada revolusi industri 4.0, juga membawa perubahan pada semua sektor kehidupan tak terkecuali pada dunia dakwah keagamaan.

Dakwah keagamaan yang pada mulanya bersifat konfensional dilakukan dengan tatap muka (face to face) dalam komunitas terbatas; baik di kota, desa, di lembaga pendidikan, masjid, dan mushalla serta hubungan kiai dengan jama'ah begitu dekat. Sehingga memungkinkan masyarakat melakukan pencarian sosok yang bisa "digugu lan ditiru" secara selektif.  Bahkan kadang berdasarkan rujukan dari orang tua atau tokoh agama untuk "ngaji nang kono wae". Menunjukkan betapa mereka mengetahui standar, kompetensi keilmuan, dan akhlak kiai yang dituju dan pantas buat anak-anak mereka.

Namun sekarang tren seperti itu mulai pudar. Mendadak, dakwah keagamaan lebih bersifat daring melalui media sosial dan memasuki pusaran digital market. Setiap bangun pagi hingga mau tidur, masyarakat begitu mudah mendengarkan beberapa Ustadz berceramah. Apapun latarbelakang ideologi, mazhab, dan karakternya. Masyarakat juga  berhadapan pada situasi yang lentur, fleksibel, dan tanpa rujukan sama sekali dalam menentukan ustadz panutan dalam kehidupan mereka.

Perbedaan pendapat dan warna ideologi ustadz yang mulai bermunculan di jagad dunia maya sebenarnya tidak masalah dan semakin mempertegas eksistensi perbedaan dalam Islam itu anugerah. Para da'i dengan kenaekaragaman pandangan, mazhab, dan ideologi yang dianutnya perlu memahami bahwa kebenaran yang diyakini kebenaranya,   belum tentu dibenarkan orang lain. Maka, sesekali melihat dengan kacamata liyan. Jika masih susah, buka saja "kacamata kuda" dan segera ganti dengan rasa. Agar sampai pada pemahaman bahwa mereka benar-benar merasa sebagai manusia. Sesama makhluk Tuhan yang beraneka warna. Semua butuh dicintai dan dihormati. Justru sikap berlebihan (al-ghuluw) dan fanatisme buta, bukan saja berlawanan dengan ajaran agama. Namun bisa mendatangkan permusuhan dan peperangan.

Namun sayangnya, jika berselancar di dunia maya, bukan sikap kedewasaan seperti itu yang disuguhkan dalam merespon setiap perbedaan. Namun kebanyakan lebih mempertontonkan persoalan perbedaan (khilafiyah) yang tak berkesudahan. 

Bukankah sekarang mendadak banyak bermunculan ustadz yang gemar menyalahkan amalan para kiai Nusantara. Berusaha mentrasmisikan fanatisme dan doktrinasi kembali pada ajaran yang murni; seperti selogan kembali pada Al-Qur'an dan Al-Hadist serta menggemakan larangan "melakukan segala sesuatu yang tidak dicontohkan Rasul". Padahal,  tidak semua yang dicontohkan rasul, harus diikuti umat bukan? Sebab, ada sunnah rasul yang bersifat khusus dan tidak boleh diikuti oleh umat. Semisal beristri lebih dari empat orang. Wajibnya sholat Dhuha, Witir, dan Tahajud serta menyambung puasa. 

Terkait dengan dinamika perkembangan hukum Islam, bahkan  rasul sendiri telah memerintahkan pada sahabat untuk mengembangkan hukum-hukum Islam, meskipun tidak ada contoh darinya.  Seperti perintah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam kepada Muadz Bin Jabal untuk memutuskan hukum Islam jika tidak terdapat dalam Al-Quran dan Al-Hadits.

Jika dipetakan terdapat beberapa model berdakwah di media sosial saat ini, yaitu 1. Berdakwah untuk menjalankan perintah Allah dan rasul-Nya, melaksanakan amar makruf dan nahi munkar. Sayang, kadang disertai dengan perkataan yang kurang mendidik; cenderung kasar, dan emosional; 2. Suka mengkafir-bid'ahkan amalan-amalan muslim yang lain. 3. Berdakwah dengan penuh hikmah, kelembutan, dan toleran terhadap perbedaan.

Pertanyaan besar yang perlu dikemukakan adalah model dakwah  seperti apa yang efektif dan bisa berdampak pada transformasi sosial yang lebih baik, terutama di negara multikultural ini? Jawabannya pastilah model dakwah yang penuh cinta. Sebagaimana terekam kuat dalam sebuah Hadis yang berarti “Tidaklah seorang di antara kalian beriman (secara sempurna) kepada Allah Swt sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai kepada dirinya.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Islam sangat menganjurkan keselarasan, keselamatan, dan perdamaian. Agama yang didakwahkan Nabi Muhammad Saw. senantiasa menyeru kepada umat manusia agar bisa hidup rukun, saling menghornati, dan damai, dengan tidak mengikuti hawa nafsu dan godaan syaithan (QS. Al-Baqarah: 208).

Dengan begitu orientasi dakwah itu sebenarnya adalah menuntun masyarakat pada ketaatan pada ajaran agama dan mensosialisasikan nilai-nilai agama dengan semangat yang dikandungnya bisa menjadi laksana kompas bagi perjalanan hidup yang semakin tidak menentu sekarang.

Dalam prespektif Islam, inilah yang sering disebut dengan dakwah transformatif. Maksudnya dakwah untuk mengubah masyarakat dari berbagai kegelapan kepada cahaya (Min al-dzulumati ila al-Nur). Kehadiran Islam memang membebaskan manusia dari  segala bentuk kemaksiatan menuju ketaatan, dari kebodohan tentang syariat menuju pengertian tentang halal dan haram, dari kehidupan yang penuh beban dan belenggu ke arah kebebasan.

Dakwah transformatif dapat dijadikan sebagai sebuah gerakan moral dan gerakan kebudayaan sekaligus. Dalam konteks sekarang, dakwah harus menguasai literasi digital dan memanfaatkan  teknologi modern, dengan sebuah strategi yang kreatif dan inovatif. Asal konten dakwah lebih mendahulukan nilai kemanusiaan, menarasikan perdamaian, toleransi, dan membangkitkan nasionalisme.  Sehingga tugas para pendakwah harus mampu menjadi perekat persaudaraan dan persatuan bangsa.

Selain itu, para da'i sebenarnya memiliki peranan yang sangat signifikan dalam menangkal paham radikalisme yang telah menggerogoti persaudaraan masyarakat.  Jika berdasarkan hasil penelitian PPIM UIN Jakarta baru-baru ini, banyak di antara kelompok konservatisme yang cenderung memenangkan perebutan otoritas di ruang publik.

Kiranya para kiai moderat harus lebih intensif mengisi dan berdakwah di ruang maya, selain dengan tetap istiqamah mengisi pengajian di pesantren, madarasah, masjid, dan di rumah-rumah--dengan strategi yang mudah dipahami dan selaras dengan pemahaman generasi milenial. Sehingga para kiai moderat dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat umum dan dunia internasional bahwa misi Islam itu rahmatan lil 'alamin. Selain bisa memperkenalkan ajaran sejati Islam itu adalah tauhid, egalitar, dan universal. Islam selalu menanamkan pemikiran yang moderat, berimbang (tawazun), tidak ekstrim, dan bersikap toleran (tasamuh); tidak saja terhadap sesama Muslim, melainkan juga terhadap pemeluk agama lain.

 

*Penulis adalah pengasuh Pesantren Riset Al-Khawarizmi dan Dekan FPK UIN Walisongo Semarang.

Post a Comment

1 Comments

  1. Wynn casino opens in Las Vegas - FilmfileEurope
    Wynn's first hotel casino in Las Vegas since opening septcasino its doors in poormansguidetocasinogambling 1996, Wynn Las Vegas is https://septcasino.com/review/merit-casino/ the first hotel on gri-go.com the Strip to offer nba매니아 such a large selection of

    ReplyDelete